Monday, April 24, 2017

Sekolah Pesisir, Salah Satu Bentuk Edukasi Masa Kini

Minggu (23/4), telah berlangsung Sekolah Pesisir bertempat di Desa Binaan Timbulsloko, Sayung, Demak. Sekolah pesisir ini diadakan oleh BEM FPIK Universitas Diponegoro Bidang Kerjasama dan Pengabdian Masyarakat bersama Dimaster (Dimas volunteer), dan UKM-F Warta Mahaprika. Sekolah pesisir ini dilaksanakan di salah satu rumah warga Desa Timbulsloko, materi yang disampaikan yaitu pentingnya peran tumbuhan bagi bumi, penanaman tanaman, dan mengasah kreativitas dengan mewarnai pot tanaman itu sendiri. Pada akhir sesi sekolah pesisir, para peserta diajak bermain fun games yang bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan keberanian para peserta. Sekolah pesisir ini diikuti oleh anak-anak di Desa Timbulsloko dengan antusias dan penuh keceriaan selama kegiatan berlangsung. Dengan adanya penanaman tanaman yang dilakukan anak-anak di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak diharapkan dapat meningkatkan kecintaan dan pengetahuan mereka mengenai pentingnya tanaman bagi kehidupan.

Sekolah pesisir rutin diadakan setiap seminggu sekali di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak sejak bulan Maret yang lalu. Desa Timbulsloko merupakan desa binaan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro yang diprakarsai oleh BEM FPIK Universitas Diponegoro. BEM FPIK Universitas Diponegoro turut menggandeng berbagai lembaga kemahasiwaan di FPIK Universitas Diponegoro itu sendiri. Setiap seminggu sekali, secara terjadwal lembaga kemahasiswaan di FPIK Universitas Diponegoro bergantian ikut berperan aktif didalam kegiatan desa binaan tersebut. Rencananya setelah bulan April, sekolah pesisir akan diadakan setiap 2 minggu sekali.
Diani, Kepala Bidang Kerjasama dan Pengabdian Masyarakat BEM FPIK 2017 mengatakan, “Harapan saya, anak-anak khususnya di daerah pesisir memiliki soft skill yang lebih, kepercayaan diri yang tinggi dan berani bercita-cita sehingga nantinya mereka dapat membangun dunia menjadi lebih baik.” (Juju/Uswa)
Read More

Sunday, April 16, 2017

Talk Show Perikanan Tangkap, Upaya Penyejahteraan Nelayan



Talkshow Perikanan Tangkap yang bertema "Sumber Daya Laut Terjaga, Nelayan Sejahtera" telah berlangsung pada Sabtu, (15/4) bertempat di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip. Talkshow yang dilakukan dalam dua sesi ini dihadiri oleh  enam narasumber. Sesi pertama yang dimoderatori oleh Bogi Budi Jayanto, S.Pi., M.Si membahas kebijakan-kebijakan pemerintah tentang alat tangkap di perairan Indonesia dengan narasumber Imron Rosyidi, S.Pi.,M.App. Sc selaku Kementrian Kelautan dan Perikanan bidang Permesinan dan Operasional Kapal Perikanan, Ir. Wahid M.Si selaku kepala BBPI Semarang, dan Ir. Sakinah Rosellasari,S.Pi., M.Sc  selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan Jawa tengah.
Pada sesi kedua menghadirkan narasumber Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku guru besar FPIK IPB, Rahmat Handoyo,S.Pi.,MM  selaku anggota Komisi IV DPR RI, dan Djoemali selaku perwakilan dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia yang dimoderatori oleh Dr. Abdul kohar Mudzakir,S.Pi., M.Si membahas mengenai peran akademik, politik atau pemerintah, dan ekonomi melalui nelayan sebagai pelakunya dalam upaya pemanfaatan sumber daya perikanan serta peningkatan ekonomi nelayan. Bapak Rahmat selaku anggota Komisi IV DPR RI mengungkapkan bahwa dalam mengatasi masalah laut di Indonesia, termasuk berbagai pelanggaran yang terjadi, dibutuhkan penegakan kebijakan dan kepemimpinan yang kuat.
Talkshow  yang dihadiri peserta dari berbagai universitas, seperti Undip, UGM, Unsoed, IPB, UPS Tegal, dan Unikal ini diharapkan dapat mencetak mahasiswa-mahasiswi yang bukan hanya fundamental belajar mengenai aspek-aspek dalam perikanan, tetapi juga dapat memenuhi pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan bagi nelayan dan pendapatan negara Indonesia. (Kadek/Alin)
Read More

Sunday, April 9, 2017

Aksi Mahasiswa Undip Peduli Hari Nelayan Nasional

Mahasiswa Universitas Diponegoro berharap para Nelayan di Indonesia tidak lagi bermasalah dalam ekonomi dan berharap Pemerintah untuk lebih cekatan dalam membenahi sistem perikanan guna membantu perekonomian Nelayan Indonesia.
  
 
                        Aksi Demonstrasi Mahasiswa Universitas Diponegoro memperingati Hari Nelayan Indonesia.

            Kementrian Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro yang bekerja sama dengan Bidang Sosial Politik BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip mewakili Mahasiswa Undip melakukan “Aksi Solidaritas“ dalam memperingati Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada tanggal 6 April 2017. Aksi ini dilakukan di bundaran Undip, Jumat (7/4/2017).
            Aksi tersebut dilaksanakan berdasarkan rasa peduli mahasiswa terhadap permasalahan yang terjadi pada nelayan di Indonesia saat ini. Aksi dimulai pada pukul 14.00 WIB, serangkaian aksi diawali dengan long march dari Student Center Undip menuju ke Bundaran Undip. Aksi diawali dengan pembacaan do’a bersama dan dilanjutkan dengan mimbar bebas, teatrikal kehidupan nelayan, dan pembacaan puisi untuk nelayan Indonesia,. Aksi ini mengundang banyak perhatian masyarakat di sekitar kawasan Bundaran Undip, tetapi aksi tetap berjalan dengan lancar.                         

            Sebelum mengakhiri aksi solidaritas peringatan hari nelayan tersebut, perwakilan dari peserta aksi membacakan notulensi berisi aspirasi berupa harapan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Undip bersama BEM FPIK UNDIP mewakili mahasiswa Undip, sebagai berikut :
1.      Mendesak Pemerintah Perikanan dan Kelutan untuk menyediakan pra – sarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha yang berkewajiban bagi para nelayan secara merata.
2.      Mendesak Pemerintah untuk mengembangkan IPTEK dan kelembagaan pembiyaan yang melayani kepentingan usaha dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum secara jelas dan nyata.
3.  Mendukung penuh setiap kebijakan Pemerintah dalam menjaga kedaulatan perairan Indonesia dan kesejahteraan para Nelayan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia.  (Nabilah)
Read More

Thursday, April 6, 2017

Masyarakat Maritim yang (Belum) Merdeka

Oleh : Alin Maulani


sumber : http://www.mongabay.co.id

Negara maritim adalah salah satu sebutan bagi Negara Indonesia dalam kancah dunia internasional. Garis pantai yang terbentang sepanjang 81.000 km dalam Negara dengan jumlah pulau 17.502 ini, membuat Indonesia menjadi Negara yang memiliki potensi sumber daya kelautan yang melimpah.
Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potensi lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia.
Demikian luasnya wilayah laut di Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan hidupnya. Kehidupan laut ini tidak akan jauh dari kehidupan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisirlah yang berhubungan langsung dengan udara laut dalam keseharian hidupnya. Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.


sumber : http://www.mongabay.co.id

Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan disepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi. Kesulitan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera keterbatasan di bidang kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar dan modal. Kebijakan dan  implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Rendahnya taraf hidup tersebut dipengaruhi oleh keterasingan dan seringkali membawa masyarakat tidak dapat berkembang secara mandiri.
Tidak jarang nelayan harus menerima harga terendah ketika hasil tangkapan melimpah. Guna menghindari kerugian yang lebih besar tersebut sebagai akibat rendahnya harga jual, tidak jarang nelayan melakukan pengolahan terhadap hasil tangkapan dengan sederhana. Biasanya hasil tangkapan tersebut diolah secara tradisional dalam bentuk pengeringan, penggaraman (ikan asin) atau pengasapan. Walaupun demikian, hasil olahan tersebut belumlah cukup mampu menaikkan penerimaan nelayan.
Namun, tidak semua nelayan mampu mengolah hasil laut yang didapatkannya. Kebanyakan mereka menjual kepada pengumpul karena tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana pengolahan ikan dan memproduksi hasil laut yang berkualitas tinggi. Pada beberapa desa di Kabupaten Natuna misalnya, masyarakat di sana hanya memperoleh pendidikan hingga tingkat SD, jika ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP ataupun SMA mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh karena tidak adanya fasilitas pendidikan tersebut.
Nelayan-nelayan di wilayah perbatasan utara Indonesia, mereka lebih sering mendapat pinjaman usaha dan pasokan bahan pangan dari negara tetangga. Berbagai kebutuhan pokok serta pinjaman yang diberikan secara cepat didatangkan. Pinjaman-pinjaman perahu tangkap ikan juga dilakukan oleh berbagai pihak asing yang menyebabkan penghasilan nelayan di wilayah perbatasan bergantung dan terikat pada pihak lain. Selesai melaut, mereka harus memperlihatkan ikan serta berbagai hasil laut tangkapannya kepada pihak yang memiliki keterikatan dengan mereka. Hasil laut yang begitu bernilai harganya dan berkualitas baik dibeli dengan harga rendah, kemudian sisa hasil tangkapannya tersebut dibawa pulang dan dikonsumsi keluarganya ataupun dijual kepada pengumpul ikan dengan harga yang juga sama rendahnya. Itulah salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya peningkatan kehidupan ekonomi para nelayan.
Keterbatasan sarana dan prasaran penunjang juga mengakibatkan meningkatnya biaya operasional yang harus ditanggung oleh nelayan. Misalnya keterbatasan pabrik es di sentra produksi perikanan yang berakibat harga es batangan harus dibayar nelayan menjadi tinggi, atau juga keterbatasan bahan bakar sehingga harga yang harus dibayar nelayan pun juga meningkat. Sebagai contoh misalnya, keterbatasan pasokan es balok di sentra-sentra produksi perikanan tangkap mengakibatkan melonjaknya harga komoditi penunjang ini sampai dua kali lipat dari harga normal. Hal ini tentunya berdampak terhadap biaya yang harus ditanggung nelayan, dan bukan tidak mungkin hal ini menjadi hambatan dalam peningkatan produksi ikan.
Keterbatasan tersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendapatan yang dimiliki oleh sebagian besar kelompok nelayan yang disebabkan pula oleh akses produksi perikanan atau hasil tangkapan yang sedikit, kemudian dari aspek teknologi sebagian besar dari mereka masih menggunakan teknologi tradisional, seperti alat pancing, menggunakan dayung, pemasaran hanya terbatas di sekitar areal wilayah Kecamatan ataupun hanya mengandalkan pasar lokal. Kondisi cuaca yang disediakan diberbagai media dengan akses internet yang dibuat oleh berbagai lembaga ditujukan untuk membantu nelayan melaut dengan mempertimbangkan kondisi alam, namun akses teknologi yang tidak dimengerti oleh kebanyakan nelayan sehingga perkiraan cuaca untuk melaut pun hanya didapatkan dari pengalamannya melaut.
Bentuk negara Indonesia yang memiliki gugusan kepulauan membentang dari Sabang sampai Merauke berimbas pada kurangnya pemerataan kesejahteraan ekonomi pada masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau di lingkar terdepan negara Indonesia. Dalam sekali melaut, nelayan hanya dapat bergantung pada keadaan cuaca dan kondisi perairan. Deburan ombak yang menghantam dinding perahu kayu dan membuat perahu tergoyang di tengah lautan lepas menandakan matapencaharian seorang nelayan mempertaruhkan nyawanya, sedangkan hasil perolehan pendapatan untuk keluarganya tidak sebanding dengan nyawa yang dipertaruhkannya di tengah lautan. Itulah kehidupan para nelayan dan masyarakat pesisir di negara yang telah merdeka ini.

17 Agustus 1945 menjadi hari dimana seluruh rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan bangsa yang telah dijajah ratusan tahun lamanya. Namun hingga saat ini Indonesia masih terus menjadi negara terjajah yang penjajahanya kasat mata. Sebagai negara maritim, jiwa maritim bangsa Indonesia belum sepenuhnya tumbuh. Potensi Indonesia lama terkubur dan masih terpendam. Negara yang seharusnya kaya karena potensi lautnya ini, masih saja tertidur dan terbuai dengan kemajuan teknologi yang berkembang pesat, sedangkan banyak masyarakat yang membutuhkan pendampingan untuk dapat terus mempertahankan kehidupannya dan lepas dari belenggu penjajahan yang sesungguhnya. 
Read More

Monday, April 3, 2017

Diponegoro Art Competition, Wadah Mahasiswa Menyalurkan Bakat Seni



            Diponegoro Art Competition merupakan salah satu ajang pencarian bakat di bidang seni yang diselenggarakan oleh Seniora Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro. Kegiatan ini diikuti oleh beberapa delegasi mahasiswa dari beberapa fakultas, salah satunya adalah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Cabang seni yang dilombakan pada Diponegoro Art Competition meliputi bidang : vokal, membaca puisi, seni lukis, sinematografi, dan fotografi.
            Acara ini meliputi seluruh lapisan mahasiswa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang ingin mengikuti acara Diponegoro Art Competition di tingkat universitas. Sistem pendaftaran dari acara ini menggunakan sistem terbuka dimana seluruh mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan bisa mengikuti seleksi acara ini. Lokasi peyelenggaraan seleksi terletak di Ruang Kesekretariatan BEM FPIK Universitas Diponegoro, Gedung D Lantai 3, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
“Untuk Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sendiri, delegasi dari bidang vokal akan dikirimkan 2 orang, yaitu masing – masing putra dan putri dan untuk seni lukis 2 orang, sinematografi 5 orang untuk 1 tim yang sudah terdiri dari editor dan actor serta fotografi ada 2 orang. Kami juga bekerja sama dengan Teater Dipo dan Kiki Music Studio untuk menghadirkan juri yang handal di bidangnya.”, ujar Desfagri Putra, selaku ketua pelaksana dari acara “FPIK Goes to Diponegoro Art Competition”.
Cabang seni yang paling menonjol saat seleksi berlangsung ialah dari cabang seni vokal dan puisi. “Kebanyakan dari peserta sendiri belum bisa mengontrol emosi sehingga maksud dari puisi tidak tersampaikan sepenuhnya. Kesan yang tersampaikan dari pembacaan puisi tersebut menjadi overacting, berbeda dengan seni vokal yang dimana peserta yang mengikuti seleksi vokal bisa lebih mudah untuk berimprovisasi sesuai dengan gaya mereka sendiri. Tujuan dari itu semua agar enak didengar dan bisa menggetarkan hati serta makna dari puisi dan lagu yang di bawakan bisa tersampaikan dengan baik.”, ujar Drs.Sukristyana ,  selaku juri dari cabang seni vokal dan membaca puisi.
Tujuan dari acara ini adalah untuk menumbukan nilai jual dari masing – masing peserta. Acara ini menjadi jembatan dan batu tolakan bagi para mahasiswa yang ingin menumbuhkan minat dan bakat di bidang seni, menonjolkan potensi – potensi mereka kepada khalayak umum agar nantinya mereka menjadi pribadi dengan nilai jual tinggi. Banyak dari kita sekarang kurang menghargai jiwa seni yang ada dalam diri kita. Dalam kehiduopan sehari – hari yang kita jalani kita juga harus mengimbanginya dengan kegiatan – kegiatan yang menemukan jiwa – jiwa seni, karena manusia yang mempunyai jiwa seni punya rasa dalam menghargai sendiri.
Berikut adalah nama mahasiswa yang lolos mewakili FPIK menuju Diponegoro Art Competition di tingkat universitas :

·         Cabang Seni Lukis :
Oceana W (OSE 16)
Wulandari (MSP 15)
·         Cabang Seni Puisi :
Azzahra Asri A (OSE 16)
M. Juli Hendra P (IK 15)
·         Cabang Seni Vokal :
Pa : Ananda Ilhami A (THP 15)
Pi : Sagita G (OSE 15)
·         Cabang Seni Sinematografi :
Heri Aji and Team
·         Cabang Seni Tari Saman :
Tim Tari Saman FPIK
·         Cabang Seni Fotografi :
Rebecca Cindy (THP 14)

Selamat untuk teman – teman yang lolos seleksi dan mewakili FPIK, semoga bisa menorehkan prestasi dan membawa kebanggan bagi Mahasiswa Fakulltas Perikanan dan Ilmu Kelautan. (Alfi, Naufal)
Read More