Negara
maritim adalah salah satu sebutan bagi Negara Indonesia dalam kancah dunia
internasional. Garis pantai yang terbentang sepanjang 81.000 km dalam Negara
dengan jumlah pulau 17.502 ini, membuat Indonesia menjadi Negara yang memiliki
potensi sumber daya kelautan yang melimpah.
Potensi
ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar
per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1
miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun,
potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak
sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2
miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per
tahun. Selain itu, potensi lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang
tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi
pembangunan Indonesia.
Demikian
luasnya wilayah laut di Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di
sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan hidupnya.
Kehidupan laut ini tidak akan jauh dari kehidupan masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisirlah yang berhubungan langsung dengan udara laut dalam
keseharian hidupnya. Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar
berprofesi sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek
moyang mereka. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat
dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan
yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang
tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang
selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
sumber : http://www.mongabay.co.id
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan disepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi. Kesulitan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera keterbatasan di bidang kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar dan modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Rendahnya taraf hidup tersebut dipengaruhi oleh keterasingan dan seringkali membawa masyarakat tidak dapat berkembang secara mandiri.
Tidak jarang nelayan
harus menerima harga terendah ketika hasil tangkapan melimpah. Guna menghindari
kerugian yang lebih besar tersebut sebagai akibat rendahnya harga jual, tidak
jarang nelayan melakukan pengolahan terhadap hasil tangkapan dengan sederhana.
Biasanya hasil tangkapan tersebut diolah secara tradisional dalam bentuk
pengeringan, penggaraman (ikan asin) atau pengasapan. Walaupun demikian, hasil
olahan tersebut belumlah cukup mampu menaikkan penerimaan nelayan.
Namun, tidak semua
nelayan mampu mengolah hasil laut yang didapatkannya. Kebanyakan mereka menjual
kepada pengumpul karena tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana pengolahan
ikan dan memproduksi hasil laut yang berkualitas tinggi. Pada beberapa desa di
Kabupaten Natuna misalnya, masyarakat di sana hanya memperoleh pendidikan
hingga tingkat SD, jika ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP ataupun SMA
mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh karena tidak adanya fasilitas
pendidikan tersebut.
Nelayan-nelayan
di wilayah perbatasan utara Indonesia, mereka lebih sering mendapat pinjaman
usaha dan pasokan bahan pangan dari negara tetangga. Berbagai kebutuhan pokok
serta pinjaman yang diberikan secara cepat didatangkan. Pinjaman-pinjaman
perahu tangkap ikan juga dilakukan oleh berbagai pihak asing yang menyebabkan
penghasilan nelayan di wilayah perbatasan bergantung dan terikat pada pihak
lain. Selesai melaut, mereka harus memperlihatkan ikan serta berbagai hasil
laut tangkapannya kepada pihak yang memiliki keterikatan dengan mereka. Hasil
laut yang begitu bernilai harganya dan berkualitas baik dibeli dengan harga
rendah, kemudian sisa hasil tangkapannya tersebut dibawa pulang dan dikonsumsi
keluarganya ataupun dijual kepada pengumpul ikan dengan harga yang juga sama
rendahnya. Itulah salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya peningkatan kehidupan
ekonomi para nelayan.
Keterbatasan sarana dan
prasaran penunjang juga mengakibatkan meningkatnya biaya operasional yang harus
ditanggung oleh nelayan. Misalnya keterbatasan pabrik es di sentra produksi
perikanan yang berakibat harga es batangan harus dibayar nelayan menjadi
tinggi, atau juga keterbatasan bahan bakar sehingga harga yang harus dibayar
nelayan pun juga meningkat. Sebagai contoh misalnya, keterbatasan pasokan es
balok di sentra-sentra produksi perikanan tangkap mengakibatkan melonjaknya
harga komoditi penunjang ini sampai dua kali lipat dari harga normal. Hal ini
tentunya berdampak terhadap biaya yang harus ditanggung nelayan, dan bukan
tidak mungkin hal ini menjadi hambatan dalam peningkatan produksi ikan.
Keterbatasan tersebut
juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendapatan yang dimiliki oleh sebagian
besar kelompok nelayan yang disebabkan pula oleh akses produksi perikanan atau
hasil tangkapan yang sedikit, kemudian dari aspek teknologi sebagian besar dari
mereka masih menggunakan teknologi tradisional, seperti alat pancing,
menggunakan dayung, pemasaran hanya terbatas di sekitar areal wilayah Kecamatan
ataupun hanya mengandalkan pasar lokal. Kondisi cuaca yang disediakan
diberbagai media dengan akses internet yang dibuat oleh berbagai lembaga
ditujukan untuk membantu nelayan melaut dengan mempertimbangkan kondisi alam,
namun akses teknologi yang tidak dimengerti oleh kebanyakan nelayan sehingga
perkiraan cuaca untuk melaut pun hanya didapatkan dari pengalamannya melaut.
Bentuk
negara Indonesia yang memiliki gugusan kepulauan membentang dari Sabang sampai
Merauke berimbas pada kurangnya pemerataan kesejahteraan ekonomi pada
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau di lingkar
terdepan negara Indonesia. Dalam sekali melaut, nelayan hanya dapat bergantung
pada keadaan cuaca dan kondisi perairan. Deburan ombak yang menghantam dinding
perahu kayu dan membuat perahu tergoyang di tengah lautan lepas menandakan
matapencaharian seorang nelayan mempertaruhkan nyawanya, sedangkan hasil
perolehan pendapatan untuk keluarganya tidak sebanding dengan nyawa yang
dipertaruhkannya di tengah lautan. Itulah kehidupan para nelayan dan masyarakat
pesisir di negara yang telah merdeka ini.
17
Agustus 1945 menjadi hari dimana seluruh rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan
bangsa yang telah dijajah ratusan tahun lamanya. Namun hingga saat ini
Indonesia masih terus menjadi negara terjajah yang penjajahanya kasat mata. Sebagai
negara maritim, jiwa maritim bangsa Indonesia belum sepenuhnya tumbuh. Potensi
Indonesia lama terkubur dan masih terpendam. Negara yang seharusnya kaya karena
potensi lautnya ini, masih saja tertidur dan terbuai dengan kemajuan teknologi
yang berkembang pesat, sedangkan banyak masyarakat yang membutuhkan
pendampingan untuk dapat terus mempertahankan kehidupannya dan lepas dari
belenggu penjajahan yang sesungguhnya.
EmoticonEmoticon